Arsip Blog

Selasa, 17 Desember 2013

KPK Imbau Penghulu tak Terima Uang di Luar Gaji


                                                    Johan Budi Juru Bicara KP



Komisi Pemberantasan Korupsi mengimbau agar masyarakat melaporkan penghulu yang menerima uang sebagai imbalari untuk menikahkan pengantin. Sedikit ataupun banyak, berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap pemberian uang di luar gaji tergolong sebagai gratifikasi.

Hal itu disampaikan Juru Bicara K
PK Johan Budi menanggapi polemik penerimaan uang oleh penghulu yang menikahkan pengantin. Alasannya, tugas tersebut dilakukan di luar jam kerja, pada hari libur, dan sebagai pengganti uang transportasi. Menurut dia, undang-undang tidak memisahkan gratifikasi berdasarkan hari libur atau bukan. Meskipun diberikan di luar jam kantor, pemberian semacam itu tetap masuk sebagai gratifikasi. "Uang di luar gaji itu tetap masuk wilayah gratifikasi. Aturannya itu, gratifikasi atau bukan, tidak dilihat dari hari kerja atau hari libur," katanya di Jakarta, Minggu (15/12/2013).

Peraturan tentang gratifikasi itu tertuang di dalam Pasal 12 B dan 12 C UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan yang termasuk gratifikasi haruslah melibatkan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima sesuatu berkaitan dengan jabatannya. Gratifikasi tersebut harus dilaporkan kepada KPK selambat-lambatnya 30 hari sejak diterima. Penerima gratifikasi diancam pidana penjara 4 tahun 20 tahun plus denda yang besarnya Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Johan mengatakan, setelah menerima laporan tersebut dalam waktu 30 hari, K
PK harus memutuskan apakah pemberian itu menjadi hak penerima atau harus diserahkan kepada negara. "Nantinya akan diverifikasi dulu, apakah diserahkan ke negara atau tidak," ucapnya.

Tak harus ke Jakarta

Pelaporan gratifikasi, kata Johan, tidak harus dilakukan di Kantor K
PK yang ada di Jakarta. Wilayah Indonesia yang sangat luas tidak mungkin terlayani semua oleh KPK yang hanya memiliki satu kantor di Jakarta saja. Sejak KPK bekerja sama dengan berbagai instansi pemerintah, pelaporan gratifikasi bisa dilakukan di kantor-kantor dinas yang ada di daerah. "Sekarang, ada program sistem pelaporan gratifikasi. Masing-masing daerah memiliki kelompok kerja yang menerima laporan gratifikasi. Nanti mereka yang akan menyampaikan ke KPK," ujarnya.

Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, terdapat penyelenggara negara yang wajib melaporkan gratifikasi. Mereka adalah para pejabat negara di lembaga tertinggi negara, pejabat di lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, dan hakim. Selain itu, pejabat negara lainnya, seperti duta besar, bupati/wali kota beserta wakilnya, pimpinan Bank Indonesia, pimpinan perguruan tinggi, komisaris, direksi, pejabat struktural di BUMN dan BUMD, pimpinan eselon 1 dan pejabat lain yang disamakan dengan lingkungan sipil dan militer, jaksa, penyidik, panitera pengadilan, pimpinan atau bendaharawan proyek, serta pegawai negeri.

Di situs www.kpk.go.id dijelaskan bagaimana melaporkan gratifikasi ke K
PK. Pelaporan itu dilakukan secara tertulis dengan mengisi formulir yang bisa diunduh dari situs KPK. Selain itu juga, harus dilampirkan semua dokumen yang menunjukkan gratifikasi tersebut.

Formulir gratifikasi itu setidak-tidaknya memuat nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi, jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara, tempat dan waktu penerimaan gratifikasi, uraian jenis gratifikasi yang diterima, dan nilai gratifikasi yang diterimanya.

Oleh karena itu, Johan menyarankan agar penghulu yang menjalankan tugas menikahkan mempelai tidak menerima pemberian apa pun dari keluarga atau pasangan yang dinikahkan. Kalaupun sudah telanjur menerima, yang bersangkutan wajib melapor ke K
PK. Nantinya, KPK yang akan memutuskan apakah uang yang diterima tersebut termasuk gratifikasi atau bukan, "Biasanya sih kalau di bawah Rp 500.000 dikembalikan." katanya.

Posted By : Lensa Jakarta
Nesw Source : Humas K
PK / Pikiran Rakyat / JLK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar