JAKARTA, The Royal Indonesia TV – Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan DPR menjamin tidak akan mempreteli kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Revisi Undang-Undang (RUU) KUHP dan KUHAP. Penegasan itu disampaikan Menkumham Amir Syamsuddin dan anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Golkar Nudirman Munir saat menjadi pembicara dalam diskusi media bulanan KPK yang bertema “RUU KUHP dan KUHAP Serta Implikasi Hukum Terhadap Praktik Pemberantasan Korupsi” di Auditorium Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Amir menuturkan, menurut pemerintah ada beberapa hal yang perlu diluruskan khususnya mengenai kewenangan KPK. Selama ini, ujarnya, telah muncul persepsi seakan-akan revisi KUHAP akan sangat mengurangi kewenangan KPK. Artinya akan berakibat pada kurang primanya kinerja KPK, baik soal penyadapan maupun penahanan seseorang dalam proses penyidikan.
Amir mengatakan, KPK sebenarnya sudah memiliki beberapa peraturan pengecualian. “Saya kira tidak mungkin kemudian pemerintah mempertaruhkan kredibilitasnya dengan mengurangi kewenangan khusus yang dimiliki KPK, bahkan cenderung kami akan mendukung,” tandas Amir.
Dia menuturkan, tidak tertutup kemungkinan jika dalam RUU KUHAP hanya akan memberikan kewenangan bagi KPK untuk menahan tersangka selama 20 hari pada penyidikan dan 20, 40, serta 60 hari di tingkat penuntutan yang totalnya bisa sampai 110 hari sebelum pengadilan, tidak adanya surat penghentian penyidikan perkara (SP3), dan melakukan penyadapan.
“Tidak adanya SP3 itu sudah suatu pengecualian, penyadapan juga, jangka waktu penahanan (110 sebelum pengadilan) juga sesuai dua konvensi PPB dan itu sangat taat dijalankan KPK,” bebernya. Nudirman menuturkan, ketika digulirkan revisi UU KUHP dan KUHAP ini, muncul kekhawatiran di masyarakat bahwa ada upaya pelemahan terhadap KPK. “Kita tetap mendukung pemberantasan korupsi dan KPK dalam RUU KUHP dan KUHAP. Apa pun yang terbaik bagi pemberantasan korupsi, tentu itu harus ada dan tertuang dalam KUHP dan KUHAP,” tandasnya.
Ketua DPP Partai Golkar ini menyatakan, perjalanan KPK sejak berdiri memang mengalami dinamika. Setelah berdiri pada April 2002, KPK pada periode 2002–2006 masih terlihat lemah karena terjadi konflik dengan Mahkamah Agung (MA). Kemudian periode 2007–2010, banyak peningkatan yang dilakukan di era Antasari Azhar, termasuk menyentuh puncak kekuasaan.
Pada 2010–2011 atau era M Busyro Muqoddas, beberapa kasus yang ditangani cukup besar bahkan ada penyelamatan uang negara dari sektor migas sekitar Rp152 triliun. Pada 2012 hingga sekarang di era Abraham Samad, KPK secara konkret mampu menyentuh puncak-puncak kekuasaan. “Berani menohok kekuasaan yudikatif yang dianggap bersih,” paparnya.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan, pemerintah secara jelas telah memastikan bahwa hal-hal khusus terkait pemberantasan korupsi dalam KUHAP/ KUHP akan dipertahankan, termasuk terkait kewenangan KPK. Delik-delik umum dalam revisi itu, ujarnya, harus dilihat dengan lex specialis baik dengan UU Tipikor maupun UU Pencucian Uang.
Terkait dukungan DPR terhadap KPK dengan tidak mempreteli kewenangan, Bambang meminta rakyat tidak memilih mereka jika RUU yang jadi UU itu nantinya tidak mendukung pemberantasan korupsi. “Jangan pilih anggota dewan yang tidak berpihak pada pemberantasan korupsi dan rakyat,” tandasnya.
Posted By : Lensa Jakarta
News Source : Humas KPK / Seputar Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar