Arsip Blog

Minggu, 15 September 2013

Di Indonesia Hanya Sekitar 6 Persen Guru Besar Yang Berkualitas Akademik Internasional.

 Prof. Agus  Soegianto Guru Besar Biologi Lingkungan, Universitas Airlangga,

 Prof. Agus  Soegianto Guru Besar Biologi Lingkungan, Universitas Airlangga


Menurut Dirjen Dikti, Saat ini diperkirakan ada sekitar 5.000 orang guru besar (gubes) di seluruh Indonesia.  di antara jumlah tersebut, hanya sedikit yang karyanya ikut meramaikan publikasi Jurnal Ilmiah Internasional (JII). 

Sesuai pelacakan Prof. Agus  Soegianto Guru Besar Biologi Lingkungan, Universitas Airlangga, dari 150 gubes dari seluruh Indonesia hanya sekitar 15 persen karyanya dimuat di JII dan hanya sekitar 6 persen yang karyanya dikutip (cited) oleh peneliti lain.(Nama saya lacak di Scopus Elsevier / Penerbit Ilmiah Raksasa Dunia),dari Scopus ini Dirjen Dikti bisa mengetahui fakta memprihatinkan profesor kita. 

Hal ini menunjukkan bahwa walaupun dapat terbit di JII, suatu karya ilmiah tersebut belum tentu menarik bagi peneliti lain. Tidak menarik, antara lain, karena hasil penemuan atau metodenya tidak baru. Indeks sitasi tersebut diberi simbol H-index Author. Makin banyak suatu karya ilmiah seorang peneliti dikutip oleh peneliti lain akan semakin tinggi nilai H-index peneliti tersebut.

Menurut pengalaman Agus Soegianto, memang sangat tidak mudah menulis karya ilmiah yang layak terbit di JII (yang terindeks di Scopus). Sebab, pada umumnya, mereka hanya menerima karya penelitian yang baik dan orisinal. Bahkan, ada JII yang menolak 60 persen karya yang masuk. 

Lebih lanjut Agus Mengapresiasi, Ketegasan Dirjen Dikti yang mengharuskan calon gubes dan juga gubes agar melakukan publikasi di JII,  jika Indonesia ingin memiliki gubes yang berkualitas akademik internasional. Di negara maju, seperti Eropa dan AS, seseorang baru dapat diusulkan menjadi profesor bila yang bersangkutan memiliki nilai H-index sekurang-kurangnya 12. Untuk dapat mencapai nilai H-indextersebut, sekurang-kurangnya dibutuhkan 60-100 publikasi internasional. Di Indonesia hanya sekitar 6 persen dari total gubes (sekitar 5.000 orang) yang ada yang mempunyai nilai H-index. Itu pun baru antara 1-8. Sisanya, 94 persen, masih berkategori undefined alias  Memprihatinkan.

Menjadi gubes di Indonesia memang belum mensyaratkan indeks sitasi (H-index) ini. Kalau H-index ini dijadikan salah satu syarat menjadi gubes, akan sangat sedikit jumlah gubes kita. Ditjen Dikti menyadari hal ini. Karena itu, calon profesor hanya dipersyaratkan memiliki karya ilmiah yang termuat di JII yang terindeks di Scopus. Berapa jumlahnya? Tidak ditetapkan. 

Jika mempunyai sekurang-kurangnya tiga publikasi di JII-Scopus, setelah 3-5 tahun, seseorang akan mempunyai H-index >= 1. Dengan begitu, jumlah publikasi internasional yang diperlukan seorang calon gubes untuk menjadi gubes idealnya tiga buah. Nilai ini tentu saja masih sangat rendah jika dibandingkan dengan calon profesor di negara maju yang harus terlebih dulu memiliki H-index >= 12. Asisten profesor di Eropa memiliki H-index = 3 - 5.

Di Indonesia seseorang yang telah menjadi gubes namun belum memiliki publikasi internasional (jumlahnya lebih dari 80 persen), Ditjen Dikti tidak dapat berbuat banyak. Ditjen Dikti hanya bisa mengimbau dan menyerahkan kepada masyarakat menilai sendiri kapabilitas ilmiah gubes tersebut. Yang bisa dilakukan Ditjen Dikti berkenaan dengan gubes yang ada, sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang, adalah mem-warning bahwa dalam masa tiga tahun seorang gubes harus melakukan kewajiban khusus (tambahan), yaitu menulis buku, karya ilmiah (publikasi), dan menyebarluaskan gagasannya untuk masyarakat. 

Jika selama tiga tahun berturut-turut tidak menjalankan tiga aktivitas tersebut, tunjangan kehormatan gubesnya akan dicabut. Memang, banyak dosen setelah mendapat jabatan gubes bukannya memperbanyak kegiatan penelitian dan meningkatkan kualitas penelitiannya, namun malah berhenti untuk melakukan kegiatan penelitian dan memilih banyak mengajar. Bahkan, banyak di antara mereka berlomba-lomba mengejar jabatan administratif sebagai pengelola perguruan tinggi atau lembaga lain. Mudah-mudahan dengan warning ini Indonesia dapat segera memiliki gubes yang berkualitas akademik internasional. ● 


 Agoes Soegianto ;  Guru Besar Biologi Lingkungan, Universitas Airlangga,Memegang H-index 3 


Posted By : Lensa Surabaya





Tidak ada komentar:

Posting Komentar