Koalisi Menolak Lupa Korban Pelanggaran HAM mendesak Pepabri untuk membuka kembali dokumen Dewan Kehormatan Perwira seputar pemecatan mantan Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto, di Jakarta, 27 Mei 2014 (Foto: VOA/Andylala)
JAKARTA, The Royal Indonesia TV — Ketua Setara institute Hendardi di Jakarta Selasa (27/5) meminta Persatuan Purnawiran TNI dan Polri (Pepabri) membuka dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang berisi seputar pemecatan mantan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat Letjen (Purn) Prabowo Subianto dari kesatuan militer terkait kasus 1998 khususnya penculikan aktivis.
Lebih lanjut dikatakan, koalisi ini berkepentingan untuk mendesak agar dokumen DKP dibuka kembali mengingat realitas politik bahwa Prabowo Subianto mencalonkan diri sebagai calon presiden.
Sidang DKP menurut Hendardi merekomendasikan untuk dilakukan peradilan militer kepada Prabowo, tapi hingga kini belum dilakukan. "Kami berkepentingan untuk mendesak agar dokumen (DKP) tersebut dibuka kembali, karena pada dasarnya satu realitas politik dimana Prabowo sendiri sudah mencalonkan diri menjadi Presiden. Dan kita akan punya Panglima tertinggi TNI nantinya yang akan dipegang Prabowo jika dia terpilih. Bagaimana seorang tentara dengan gelap masa lalunya menjadi seorang Panglima tertinggi. Apakah ini bukan merupakan suatu problem?," jelas Hendardi.
Hendardi menambahkan, beberapa hal lain selain keputusan DKP menyangkut Prabowo, Koalisi Menolak Lupa dan Korban Pelanggaran HAM juga meminta kepada Pepabri agar memanggil mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen tekait informasi keberadaan nasib dari 13 aktivis korban penculikan yang belum kembali.
"Soal Kivlan Zen. Kami berharap kepada Pepabri setidak-tidaknya kami bisa mendiskusikan terkait dengan keterangan dari Kivlan soal 13 orang aktivis yang belum kembali. Seharusnya Pepabri meminta keterangan anggotanya terkait hal itu. Ini bukan hanya sekedar masalah penculikan atau penghilangan paksa, bukan pula sekedar masalah penegakan hukum, tapi juga hak dari keluarga korban untuk tau informasi itu," tambah Hendrardi.
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (kontraS) Haris Azhar mengatakan Koalisi Menolak Lupa dan Korban Pelanggaran HAM ingin melakukan audiensi dengan Ketua Umum Pepabri Agum Gumelar selaku mantan anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) untuk memastikan keputusan yang pernah dikeluarkan DKP terhadap Prabowo.
"Tujuan kami sebetulnya awalnya adalah ingin memastikan ke pak Agum (Gumelar Ketua Umum Pepabri), sebagai salah seorang mantan anggota Dewan Kehormatan Perwira. Terkait dengan keputusan yang dibuat terhadap Prabowo. Ini terkait dengan persyaratan untuk maju sebagai calon presiden di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kami juga akan menindaklanjutinya ke Mabes TNI untuk minta klarifikasi terkait dengan keputusan yang tertulis di surat keputusan Dewan Perwira," kata haris Azhar.
Sementara itu Sumarsih dari perwakilan keluarga korban pelanggaran HAM berharap negera segera mempertanggung jawabkan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
"Kami menginginkan masa depan Indonesia lebih baik. Dan kami juga menginginkan agar kasus pelanggaran HAM bisa segera diselesaikan. Jangan kemudian ada perkataan bahwa kami ini seolah-olah mengada-ada suara kami lima tahun sekali. Padahal kenyataannya setiap saat kami selalu menginginkan selalu memperjuangkan agar negara segera mempertanggungjawabkan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM khususnya yang sudah diselidiki Komnas HAM," kata Sumarsih.
Sebelumnya beberapa LSM pegiat HAM dan korban pelanggaran HAM yang tergabung dalam Koalisi Melawan Lupa berencana melakukan audiensi dengan Ketua Pepabri Agum Gumelar Senin (26/5). Namun, audiensi batal dilakukan karena Agum dikabarkan ada urusan mendadak.
Dari penelusuran VOA, hasil keputusan Dewan Kehormatan Perwira pada 24 Agustus 1998, memberhentikan Letjen Prabowo Subianto dari dinas aktif militer dan memberhentikan Mayjen Muchdi Purwopranjono sebagai Danjen Kopassus.
Dewan Kehormatan Perwira dibentuk pada 3 Agustus 1998 oleh Panglima ABRI Jendral TNI Wiranto. Dewan Kehormatan Perwira ini dibentuk untuk menyelidiki kasus penculikan aktivis dan kekerasan Mei 1998.
Dewan Kehormatan Perwira dipimpin oleh KSAD Jenderal TNI Subagyo HS dengan anggota pada waktu itu diantaranya Kassospol ABRI Letjen TNI Soesilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur Lemhanas Letjen TNI Agum Gumelar. Penyelidikan Dewan Kehormatan Perwira pada waktu itu berlangsung secara tertutup.
Koalisi Melawan Lupa dan korban pelanggaran HAM rencananya hari ini akan melakukan audiensi dengan Jenderal (purn) TNI Agum Gumelar selaku Ketua Persatuan Purnawirawan TNI dan Polri (Pepabri), di Kantor DPP Pepabri, Jalan P. Diponogoro 53 Menteng, Jakarta Pusat. sayangnya pertemuan tersebut urung digelar lantaran dibatalkan sepihak oleh Agum Gumelar.
Terkait hal ini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyesalkan sikap Agum ini. Koordinator KontraS Haris Azhar mengatakan pertemuan tersebut menjadi penting karena akan membahas kasus penculikan aktivis pada tahun 1997-1998, serta mendesak Mayjen (purn) Kivlan Zen untuk membongkar keberadaan 13 aktivis yang hingga saat ini masih dinyatakan hilang.
"Sebetulnya hari ini kami dijadwalkan dengan Pepabri untuk bertemu Agum Gumelar sebagai Pepabri. Terkait ketersediaannya membahas tentang peristiwa Mei 98," kata Haris di kantor Pepabri, Senin (26/5/2014).
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Haris pihaknya juga akan mendesak agar Pepabri membuka hasil keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terkait pemberhentian Prabowo Subianto dari TNI. Hal ini, kata Haris menjadi penting lantaran Prabowo saat ini tengah mencalonkan diri sebagai capres dalam pemilihan presiden tahun 2014 ini.
"Kami awalnya ingin memastikan ke Pak Agum sebagai seorang mantan dewan perwira terhadap Prabowo terkait persyaratan untuk maju capres di KPU," ujarnya.
Kendati, pertemuan tersebut dibatalkan, namun pihaknya akan melakukan penjadwalan kembali guna bertemu dengan Agum Gumelar. "Karena pertemuannya ditunda kami akan jadwal ulang dan kami akan minta ke TNI," tandas Haris.
Selain KontraS, Koalisi Melawan Lupa juga terdiri dari beberapa LSM diantaranya adalah, Imparsial, YLBHI, Setara Institute, ICW Elsam dan kelurga korban pelanggaran HAM. [ - See more at: http://utama.seruu.com/read/2014/05/26/215233/agum-gumelar-didesak-buka-dokumen-pemecatan-prabowo-dari-tni#sthash.MWFl553o.dpuf
Ketua Setara institute Hendardi meminta Persatuan Purnawiran TNI dan Polri (Pepabri) membuka dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terkait pemecatan Prabowo Subianto dari TNI.
Menurutnya, masyarakat luas harus mengetahui etika apa yang dilanggar oleh Prabowo pada Mei 1998 itu. "Dokumen DKP itu menyebut Prabowo dipecat. Kalau ada dipecat karena apa?," kata Hendardi, di Kantor Pepabri, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Dirinya mengaku tidak mau mempunyai presiden yang memiliki masa lalu kelam. Untuk itu, dia meminta agar semua hal yang terkait Prabowo agar dibuka ke publik.
"Prabowo sendiri sudah mencalonkan menjadi presiden. Saya nggak mau punya presiden dengan masa lalu yang gelap," tegasnya.
Dketahui, sedianya hari ini beberapa LSM dan korban pelanggaran HAM rencananya akan melakukan audiensi dengan Agum Gumler selaku Ketua Pepabri untuk membahas kasus penculikan aktivis pada tahun 1997-1998, termasuk 13 aktivis yang hingga kini belum diketahui keberadaannya. Juga untuk mendesak Pepabri agar membuka dokumen DKP terkait pemecatan Prabowo dari TNI.
Sayangnya, pertemuan tersebut gagal digelar setelah Agum Gumelar membatalkan secara sepihak. Meski demikian, Koalisi akan kembali menjadwal ulang pertemuan dengan Pepabri tersebut.
Diketahui beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi Melawan Lupa, diantaranya adalah KontraS, Setara Institute, Elsam, ICW, Imparsial, YLBHI dan keluarga korban pelanggaran HAM.
Posted By : Lensa Jakarta
News Source : VOA - Indonesia / Seruu.Com
.jpg)
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar