Arsip Blog

Jumat, 27 Desember 2013

Contoh Kebijakan Buruk Jika Tetap Dilantik, Terkait Rencana Pelantikan Bupati Gunung Mas Kalteng




JAKARTA, The Royal Indonesia TV -- Rencana pelantikan Hambit Bintih sebagai bupati Gunung Mas dipastikan gagal. Para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memberikan izin kepada DPRD Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng), untuk melantik tersangka suap sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) ini. “Surat resmi (penolakan pelantikan Hambit) akan disampaikan kepada DPRD (Gunung Mas) secepatnya,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP seperti dirilis  KORAN SINDO kemarin. Johan menjelaskan, masalah layak atau tidaknya Hambit dilantik sebagai bupati tentu harus dilihat dari sisi upaya dan argumentasi pemberantasan korupsi.
Ini karena Hambit merupakan tersangka berkaitan dengan proses pilkada yang dia menangi. Johan menyatakan, ada dugaan kuat pilkada yang diikuti Hambit punya persoalan hukum yang kini ditangani KPK. “Memang belum dibuktikan ya (di pengadilan), tetapi kan dia tersangka terkait kasus pilkadanya itu. KPK punya bukti kuat. Itu harusnya yang disadari,” tandasnya. Mengenai rencana pelantikan Hambit ini, KPK menerima dua surat. Satu berasal dari DPRD Gunung Mas terkait permohonan izin pelantikan Hambit sebagai bupati Gunung Mas.
Satunya lagi surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang berisi penyampaian SK pengangkatan bupati dan wakil bupati terpilih Gunung Mas. “Jadi surat permohonan izin melakukan pelantikan datangnya dari DPRD Gunung Mas, bukan dari Kemendagri,’’ tegas Johan. Wakil Ketua KPK M Busyro Muqoddas juga buka suara mengenai pandangan KPK soal rencana pelantikan Hambit. “KPK melihat korupsi sebagai skandal moral sehingga tak pantas jika (Hambit Bintih) sebagai tersangka dengan status tahanan dilantik,” tegas Busyro kepada wartawan melalui pesan singkat kemarin.
Dia menegaskan, krisis kepemimpinan di Indonesia selama ini terjadi karena begitu banyak kasus korupsi dengan berbagai delik dilakukan kepala daerah tingkat I dan II. Berdasarkan data KPK, sedikitnya 45 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi sejak 2004 hingga Oktober 2013. Busyro menegaskan, kasus korupsi yang dilakukan kepala daerah seharusnya menjadi dasar untuk tidak melantiknya. Karena bisa dipastikan pascapelantikan, Hambit tidak akan aktif menjalankan roda pemerintahan.
“Setelah dilantik juga tidak efektif, mubazir, dan ini akan menjadi contoh kebijakan yang buruk jika tetap dilantik,” bebernya. Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) itu menegaskan, penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah seharusnya menghormati aspek moral. Menurutnya, aspek moralitas merupakan esensi utuh setiap UU. Karenanya pihak yang berkeinginan melantik Hambit seharusnya melihat dan memihak aspek etika dan moralitas tersebut.
“Elok sekali jika Mendagri memihak pada pilihan etika dan moral daripada menerapkan UU dengan tetap menabrak moral kepemimpinan,” tandasnya. Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi memastikan tetap akan melantik Hambit. Sejumlah kalangan menyayangkan langkah Mendagri yang dinilainya mengabaikan aspek etika moral itu. “Dia (Hambit Bintih) baru tersangka, patut dianggap tidak bersalah sebelum inkracht,” kata Gamawan di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (24/12).
Menurutnya, meski menuai kritik dari banyak pihak, masalah ini perlu dilihat secara komprehensif. Sebab, semuanya saling berkaitan antara hukum, desakan masyarakat, dan prosedur. Di satu sisi Hambit sebagai bupati pilihan rakyat, tentu saja dia mempunyai hak untuk dilantik. Menurut dia, hukum harus menganut asas praduga tak bersalah. Di sisi lain, Hambit tersangkut masalah suap. “Menjadi tersangka belum tentu menjadi narapidana, masih ada proses hukum. Kita harus hormati haknya,” jelasnya.

Tunggu Surat Resmi KPK
Dari PalangkaRaya, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang menunggu surat resmi KPK atas penolakan pelantikan Hambit. Setelah menerima surat resmi tersebut, nanti baru akan dilaporkan kepada Mendagri mengenai rencana pelantikan Hambit sebagai bupati Gunung Mas itu. “Saya juga akan mempersiapkan langkah-langkah untuk mengisi kekosongan jabatan bupati dan wakil bupati Gunung Mas dengan meminta Mendagri menunjuk pelaksana tugas sementara (plt),” tambah Teras.
Dia mengatakan, penunjukan plt sebagai upaya agar roda pemerintahan dan pelayanan terhadap masyarakat di Kabupaten Gunung Mas tetap berjalan. Teras Narang mengatakan penunjukan Plt tersebut bersifat sementara karena surat resmi dari KPK hingga kini belum diterima, sedangkan penentu selanjutnya berada di Kemendagri. “Bagi saya yang terpenting roda pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan terhadap masyarakat di Gunung Mas tetap berjalan seperti sebelumnya,” kata Teras Narang.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja memberikan dua alternatif atas penolakan pelantikan Hambit oleh KPK. Pertama, akan lebih baik jika menunggu Hambit menjadi terdakwa. Dengan demikian, Hambit akan kehilangan haknya untuk dilantik sebagai bupati Gunung Mas dan kemudian bisa melantik wakil bupati apabila nantinya yang bersangkutan tidak terlibat dalam kasus ini.
“Kalau Hambit sudah terdakwa, otomatis berkas P-21 akan masuk ke pengadilan. Dia nggak bisa dilantik,” kata politikus PAN itu kemarin. Selain itu, jika takut terjadi kekosongan pemerintahan di Kabupaten Gunung Mas, pemerintah bisa melantik wakil bupatinya saja sehingga nanti wakil bupati akan menjalankan tugas sebagai kepala daerah karena bupati berhalangan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya. Menurut dia, hal ini merupakan yurisprudensi baru yang belum pernah dilakukan. Karena KPK juga melakukan terobosan hukum dengan tidak mengizinkan Hambit untuk dilantik.
Semangat KPK dalam penolakan ini tentu untuk menjunjung pemberantasan korupsi. Jika Hambit dilantik, akan muncul sinyal negatif terhadap kepala daerah yang menjabat dan hal ini bertentangan dengan semangat KPK. “Terobosan KPK ini bagus dalam konteks hukum seperti ini,” ujarnya.
Karena itu, ke depan perlu ada perbaikan sebagai solusi panjang kasus serupa yang terjadi saat ini. Salah satunya lewat revisi UU Pemda agar jalannya pemerintahan di daerah bisa lebih baik dan efektif. “Karena hal semacam ini tidak tercantum dalam UU 32 Tahun 2004 tentang Pemda,” tegas Hakam.

Posted By : Lensa Jakarta
News Source : Humas KPK / SINDO / JLK




Tidak ada komentar:

Posting Komentar