Jakarta, The Royal Indonesia TV - Menurut Heru yang juga Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, justru yang harus segera dilakukan pemerintah adalah menghentikan sementara koneksi sadap dari APH ke operator telekomunikasi. Sebab ditengarai penyadapan oleh Australia terhadap Indonesia dilakukan melalui sejumlah alat yang dihibahkan ke pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, Heru mendesak untuk mengevaluasi alat yang dihibahkan tersebut.
Menurut catatan lembaganya, penyadapan yang dilakukan Australia ke sejumlah elite pemerintah Indonesia pada 2009 lalu, melalui alat intersepsi yang dihibahkannya ke Detasemen Khusus (Densus) 88 pada 2001 silam. Alat yang bertujuan untuk melacak teroris itu dikabarkan telah dibenamkan aplikasi XKeyscore yang digunakan untuk menyadap.
"Ini perlu ditelusuri akan perangkat yang dimanfaatkan untuk remote interception. Bahkan, jangan lupa juga hibah lainnya berupa laboratorium digital forensic yang juga perlu diselidiki," ungkapnya.
DirekturAn Nahsr Institute, Munarman SH merekomendasikan agar Presiden SBY mewaspadai Densus 88 yang sudah menjadi agen Australia dan Amerika di Indonesia. Menurutnya, biang kerok penyadapan tersebut adalah Densus 88 melalui alat-alat sadapnya. Karenanya, Munarman mengusulkan agar Densus 88 dibubarkan.
”Jadi, klo SBY mau marah, marah dulu pada Densus. Jangan cuma menghentikan kerjasama
militer. Pertama, secara politik dia harus putuskan hubungan diplomatik, jangan hanya
kepada Australia tapi kepada Amerika juga. Yang kedua, Densus itu mesti dibubarin, alat-
alat sadapnya mesti disita, karena itulah yang menjadi kuncinya,” tutur Munarman kepada
Kiblatnet di kantornya, di bilangan Jakarta Pusat pada Kamis, (21/11/ 2013) kemarin.
Munarman dengan tegas menuding Densus 88 sebagai pihak yang paling bertangungjawab
atas penyadapan tersebut. ”Densus 88 bertanggungjawab atas penyadapan itu karena dia
ujung tombak penyadapan itu,” ujar advokat dan mantan ketua umum YLBHI ini.
Alasan yang diutarakan Munarman, alat-alat dan fasilitas yang digunakan oleh Densus 88 itu merupakan bantuan dari Australia dan Amerika. Kemudian, NSA -lembaga intelijen AS-, melalui satelitnya bisa menyadap melalui alat yang diberikan. Melalui alat-alat itu, bukan saja pejabat negara, semua rakyat indonesia juga bisa disadap.
Karenanya, Munarman mendesak agar intelijen Indonesia bereaksi dengan memeriksa Densus 88 yang menjadi alat utama penyadapan itu. Karena, Densus 88 itu dibantu oleh Australia dan Amerika.
Apa yang disampaikan Heru senada juga dengan yang disampaikan Anggota BRTI M. Ridwan Effendi. Menurut Ridwan yang merupakan ahli teknologi penyadapan, dijelaskan bahwa dalam sistem yang terbangun sekarang, operator lebih bersifat pasif.
"Proses marking target (penentuan target yang disadap-red.) dilakukan secara remote (jarak jauh-red.) oleh Aparat penegak hukum (APH). Operator melakukan perekaman sebagai pembanding jika diminta atau secara sistem tidak memungkinkan dilakukan remote interception, seperti pada keadaan yang akan diintersepsi adalah nomor dari PSTN dg sistem elektro mekanik," jelas Ridwan.
Menurut ahli intersepsi itu, ada peluang bahwa Indonesia kecolongan dari tersadap dari perangkat yang dimiliki aparat penegak hukum. "Dugaan saya, ada peluang kecolongan dari perangkat yg dimiliki APH yang memungkinkan remote monitoring dari pembuat alat tersebut. "Terlebih kita pernah menerima hibah sistem intersepsi dari negara tetangga tersebut," ungkap Ridwan.
Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie, pihaknya akan mengantisipasi adanya penyadapan yang dilakukan oleh pihak asing, khususnya Amerika dan Australia terhadap peralatan yang dimiliki oleh Polri.
"Kami sangat bergantung pada IT, (khususnya) dengan IT yang diproduksi dari luar negeri. Apakah IT yang kami beli, ataupun menjadi hibah dari negara yang membantu Kepolisian Indonesia, untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya mendukung penyidikan termasuk Densus 88 harus kami antisipasi," kata Ronny,
Dijelaskannya, Mabes Polri meyakini Kepala Densus 88 Anti Teror Mabes Polri sudah mengetahui penyadapan tersebut. "Saya kira, Kepala Densus 88 pada saat di bawah Bareskrim Mabes Polri, sudah dari awal mengetahui kemungkinan-kemungkinan disadap. Saya harus menanyakan, apakah ada kemungkinan data yang ada di Densus 88 itu tersadap? dan terekam sehingga bisa disalah gunakan untuk kepentingan negara lain, termasuk dari Australia. Jika memang diketahui ada kegiatan penyadapan di perlengkapan milik Densus 88 Anti Teror, maka Polri akan mengevaluasi perlengkapan tersebut," tegas Ronny kepada wartawan.
Posted By : Lensa Jakarta
News Source : Merdeka.Com / VOAIslam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar